Connect with us

Kementrian Agama RI

Digitalisasi Turats, Internasionalisasi Santri: Refleksi atas MQKI 2025

Published

on

Kitasulsel–JAKARTA Penyelenggaraan Musabaqah Qira’atil Kutub Internasional (MQKI) 2025 oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI, merupakan langkah monumental dalam menempatkan pesantren dan khazanah Islam klasik (turats) ke dalam peta percakapan global keilmuan dan teknologi.

Sebagai pimpinan salah satu Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang berakar kuat pada tradisi intelektual Islam, saya melihat MQKI 2025 bukan sekadar ajang lomba baca kitab kuning, tetapi sebagai momen rekognisi strategis terhadap warisan intelektual Islam Nusantara yang selama ini tumbuh dalam kesunyian, kesahajaan, dan ketekunan pesantren.

Tradisi Mendunia, Teknologi Membumi

Hal paling menarik dari MQKI 2025 adalah keberaniannya memadukan dua kutub yang sering dianggap bertolak belakang: tradisi dan inovasi.

BACA JUGA  Tutup Pelatihan Kepemimpinan Nasional, Menag Ingatkan Pentingnya Keteladanan

Dengan mengadopsi pendekatan digital secara penuh mulai dari penyiaran, publikasi, hingga visualisasi profil santri, MQKI membuktikan bahwa kitab kuning tidak beku dalam zaman. Ia dinamis, dan bisa menjadi bagian dari era kecerdasan buatan (AI) tanpa kehilangan ruh keilmuannya.

MQKI menunjukkan bahwa teknologi tidak harus memisahkan kita dari akar, justru dapat menjadi alat untuk memperluas pengaruh pesantren secara global.

Ketika wajah-wajah santri tampil di layar dunia, kita tidak sedang menjual eksotisme lokal, tapi sedang menegaskan bahwa turats adalah bagian dari masa depan keilmuan Islam dunia.

Moderasi dan Intelektualitas

Tema “Bakti Santri untuk Negeri” dalam MQKI 2025 mengandung makna filosofis yang dalam. Ini adalah ajakan agar santri bukan hanya menjadi penjaga teks, tetapi juga pelaku aktif dalam membangun bangsa: melalui ilmu, narasi damai, dan nilai-nilai moderasi beragama.

BACA JUGA  Menag Paparkan Lima Strategi Dakwah Modern bagi Penyuluh Agama

Sebagai Rektor IAIN Langsa, saya melihat ajang ini selaras dengan misi besar Kementerian Agama dalam memperkuat Islam yang moderat, cerdas, dan kontekstual. MQKI adalah cara baru untuk mengarusutamakan pesantren sebagai kekuatan intelektual dan kultural bangsa.

MQKI 2025 adalah momentum untuk merevitalisasi kecintaan generasi muda terhadap kitab kuning, sambil membukakan pintu kolaborasi lintas bangsa melalui platform digital.

Kami di IAIN Langsa menyambut baik kegiatan ini dan siap berkontribusi dalam memperkuat ekosistem keilmuan pesantren di level nasional maupun internasional.

Semoga MQKI bukan hanya menjadi ajang tahunan, tetapi juga gerakan keilmuan nasional yang terus hidup, berkembang, dan menyalakan cahaya Islam yang berakar pada warisan, sekaligus menyapa masa depan. (*)

BACA JUGA  Menag Bertemu Mendikdasmen, Bahas Percepatan Pendidikan Profesi Guru
Continue Reading
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Kementrian Agama RI

Tunjangan Guru PAI Non‑ASN Naik Rp500 Ribu, Pencairan Dirapel Sejak Januari 2025

Published

on

Kitasulsel–JAKARTA Ada kabar baik dari Kementerian Agama untuk guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah non Aparatur Sipil Negara (Non ASN). Menteri Agama Nasaruddin Umar telah menandatangani regulasi baru yang memberikan kepastian dan peningkatan tunjangan profesi bagi guru PAI Non ASN yang belum inpassing.

Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 4 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Tunjangan Profesi Guru Bukan Pegawai ASN pada Kementerian Agama, serta Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 646 Tahun 2025 tentang Tunjangan Profesi Guru Bukan Pegawai ASN.

Melalui kebijakan ini, tunjangan profesi untuk guru Non ASN non inpassing dinaikkan menjadi Rp2.000.000 per bulan dari sebelumnya Rp1.500.000. Selain itu, pemerintah juga akan membayarkan rapelan kekurangan sebesar Rp500.000 per bulan terhitung sejak Januari 2025.

BACA JUGA  Menag dan Dubes Singapura Bahas Diplomasi Agama dan Persatuan Budaya

Menteri Agama Nasaruddin Umar mengatakan, terbitnya aturan ini sebagai bentuk afirmasi negara dalam upaya meningkatkan kesejahteraan guru Non-ASN. Hal itu juga sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subiyanto yang terus memberikan perhatian pada sektor pendidikan, termasuk pada guru agama.

“Langkah ini merupakan bentuk nyata keberpihakan pemerintah terhadap kesejahteraan guru,” ujar Menag di Jakarta, Kamis (10/7/2025).

“Dengan kenaikan tunjangan ini, para guru diharapkan tidak hanya profesional dalam mengajar, tetapi juga terus menjadi teladan dalam mendidik dan mengembangkan potensi peserta didik, baik secara jasmani maupun ruhani,” lanjutnya.

Percepat Pencairan

Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Amien Suyitno, meminta para Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi dan Kepala Bidang Pendidikan Agama Islam (PAI) untuk segera menyosialisasikan regulasi ini ke tingkat kabupaten/kota, khususnya kepada Kepala Seksi PAI.

BACA JUGA  Tutup Pelatihan Kepemimpinan Nasional, Menag Ingatkan Pentingnya Keteladanan

Tujuannya agar proses pencairan tunjangan, termasuk pembayaran rapelan, bisa segera dilakukan, sekaligus diawasi ketat agar sesuai dengan ketentuan dalam PMA, KMA, dan petunjuk teknis yang berlaku.

“Para guru PAI sangat menantikan regulasi ini karena akan berdampak langsung pada kesejahteraan mereka. Oleh karena itu, saya minta agar jajaran Kemenag di daerah segera menindaklanjuti dan mengawasi pencairannya,” tegas Suyitno.

Guru Proaktif

Direktur PAI, M. Munir, menambahkan, pihaknya akan terus mengawal pelaksanaan kebijakan ini di seluruh wilayah Indonesia. Guru-guru PAI non ASN yang mayoritas diangkat oleh kepala sekolah, yayasan, maupun Pemda harus pro aktif juga untuk mengakses kebijakan ini.

Guru PAI yang menerima tunjangan profesi ini adalah guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik dan memenuhi syarat pemenuhan 24 jam tatap muka (JTM), termasuk pemenuhan melalui pelatihan tuntas baca al-Qur’an (TBQ) yang pengakuannya maksimal 6 JTM.

BACA JUGA  Menag Nasaruddin Tegaskan Komitmen Antikorupsi, Seluruh Pejabat Kemenag Wajib Beri Teladan

“Kami memastikan tidak ada guru PAI Non ASN yang tertinggal dalam menerima haknya selama mereka memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam juknis,” ujar M. Munir.

“Dengan terbitnya PMA dan KMA ini, diharapkan kesejahteraan guru Non ASN semakin meningkat dan mutu pendidikan agama di sekolah semakin kuat,” tandasnya. (*)

Continue Reading

Trending

Copyright © 2024 Kitasulsel