Connect with us

Kementrian Agama RI

Menag Paparkan Lima Strategi Dakwah Modern bagi Penyuluh Agama

Published

on

Kitasulsel–JAKARTA Menteri Agama Nasaruddin Umar mengungkapkan pentingnya reformulasi pendekatan dakwah di era modern. Menag menggarisbawahi lima strategi utama yang harus dikuasai untuk memperkuat peran penyuluh sebagai agen perubahan sosial sekaligus penjaga harmoni umat.

Hal tersebut disampaikan Menag dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II Pengurus Pusat Ikatan Penyuluh Agama Republik Indonesia (IPARI) yang berlangsung di Jakarta, Senin (26/5/25) malam.

Strategi pertama adalah pentingnya penguasaan teknologi dan media komunikasi modern. Di era digital, menurutnya, kemampuan menyampaikan pesan keagamaan secara visual, ringkas, dan menarik menjadi kunci efektivitas penyuluhan. Penyuluh agama harus akrab dengan presentasi visual, media sosial, hingga tren komunikasi masyarakat saat ini.

Imam Besar Masjid Istiqlal itu menegaskan, penyuluh agama tidak cukup mengandalkan metode ceramah konvensional. Penyuluh harus adaptif, komunikatif, dan mampu menyampaikan dakwah secara kontekstual untuk menjawab dinamika masyarakat.

“Kerja penyuluh agama itu bukan kecil. Ia menyentuh akar kehidupan masyarakat. Maka, tidak boleh gagap zaman. Menguasai dakwah di media sosial itu bukan tambahan, tapi kebutuhan. Kalau tidak, penyuluh bisa tertinggal,” ujar Menag.

BACA JUGA  Musda KORPRI Tetapkan Jufri Rahman Ketua KORPRI Sulsel Periode 2024-2029

Strategi kedua adalah menyampaikan narasi cinta, bukan kebencian. Menag mengingatkan agar penyuluhan agama tidak terjebak pada sikap menghakimi dan menyesatkan yang berbeda. “Kalau ada orang mengajarkan agama tapi isinya kebencian, itu bukan dakwah. Itu provokasi,” tegasnya.

Menag mencontohkan, inti Al-Qur’an yang dipadatkan dalam surah Al-Fatihah, dan lebih jauh lagi dalam lafaz Bismillahirrahmanirrahim, menunjukkan bahwa substansi ajaran agama adalah kasih sayang. “Kalau semua ayat dirangkum dalam satu kata, maka itu adalah cinta,” ujarnya.

Strategi ketiga, dakwah dan penyuluhan agama harus memperhatikan konteks budaya lokal maupun lintas budaya. Menag mengingatkan bahwa praktik keberagamaan sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan budaya. Pengalaman lintas budaya menunjukkan betapa pentingnya sensitivitas dalam membawakan pesan agama.

BACA JUGA  Bupati Halmahera Utara:Prof Nasaruddin Umar Menag RI Pertama Yang Kunjungi Halmahera Utara Sejak Terbentuk

“Penyuluh harus bisa membedakan antara substansi agama dan budaya tempelan. Jangan sampai nilai agama justru tenggelam karena tidak memahami konteks masyarakat,” katanya, merujuk pada perbandingan perilaku masyarakat dari berbagai negara.

Keempat, penyuluh perlu memperluas cakrawala spiritual melalui pendekatan ekoteologi atau kesadaran lingkungan berbasis nilai agama.

Menag menyebut bahwa cinta pada alam adalah bagian dari cinta pada ciptaan-Nya. Maka, penyuluh perlu menjadi pelopor dalam menyampaikan pesan-pesan keberlanjutan dan pelestarian lingkungan.

“Kalau manusia sadar bahwa air, pohon, dan tanah adalah bagian dari dirinya, maka ia akan menyiram, menjaga, dan mencintai. Ini bukan hanya ajaran Buddha atau Kristen, Islam pun demikian,” katanya.

Kelima, penyuluhan agama harus dibangun atas semangat keadilan, kesetaraan, dan toleransi. Menag menegaskan, moderasi beragama bukan berarti menyamakan semua ajaran, melainkan mengakui perbedaan sebagai rahmat dan menjadikannya jembatan, bukan tembok.

BACA JUGA  Menag RI Dorong Masjid Istiqlal Jadi Pusat Ekonomi Kreatif dan Wisata Religi

“Toleransi sejati itu bukan menyeragamkan perbedaan, juga bukan memaksakan perbedaan. Tapi menerima kenyataan bahwa kita memang beragam, dan kita hidup bersama,” ujarnya.

Menag juga mengingatkan agar para penyuluh tidak terjebak pada narasi eksklusif yang memosisikan kelompoknya paling benar dan yang lain sesat. “Kalau kita memuliakan orang lain, orang lain pun akan memuliakan kita. Tapi kalau kita merendahkan, maka balasannya juga akan sama,” katanya.

Melalui lima strategi ini, penyuluh agama diharapkan mampu menjadi pendidik sosial, juru damai, penjaga bumi, dan penebar cinta kasih. Menag mengajak seluruh penyuluh untuk menata ulang cara berpikir dalam menyampaikan nilai-nilai agama.

Dakwah harus menyentuh bukan hanya nalar, tetapi juga hati. Penyuluh agama bukan sekadar pemberi ceramah, tapi perawat kemanusiaan.

“Kita harus kembali kepada esensi agama: cinta, kasih, dan kebaikan. Dari situlah kita bisa membangun masyarakat yang damai dan berkeadaban,” pungkasnya. (*)

Continue Reading
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Kementrian Agama RI

Wamenag Dukung Santri Film Festival: Bentuk Dakwah Kultural dan Ekonomi Kreatif Pesantren

Published

on

Kitasulsel–JAKARTA Wakil Menteri Agama Muhammad Syafii mendukung penyelenggaraan Santri Film Festival (Sanffest) 2025 sebagai bentuk dakwah kultural sekaligus penguatan ekonomi kreatif di lingkungan pesantren. Hal ini disampaikan Romo Syafii saat menerima audiensi Tenaga Ahli Menteri Kebudayaan Neno Warisman dan tim di Jakarta.

“Pesantren itu tidak hanya tempat pendidikan dan dakwah, tapi juga punya fungsi pemudayaan masyarakat,” ujar Wamenag Muhammad Syafii, Senin (27/10/2025).

“Kita ingin santri-santri kita yang punya minat dan bakat bisa berkreasi di bidang digital dan sinema. Film yang dibuat tidak hanya hiburan dan informasi, tapi juga berisi nilai-nilai ketauhidan,” lanjutnya.

Turut hadir dalam pertemuan tersebut Staf Khusus Menag Nona Gayatri Nasution, serta Tenaga Ahli Wamenag Junisab Akbar dan Jaka Setiawan.

BACA JUGA  Syekh Mufti Menk dari Inggris Harap Indonesia Promosikan Kerukunan ke Dunia Barat

Menurut Romo Syafii, Santri Film Festival menjadi sarana strategis bagi santri untuk mengembangkan potensi kreatif sekaligus menanamkan nilai-nilai keislaman melalui karya sinema. “Film bisa menjadi medium dakwah yang halus dan modern. Kalau dikelola baik, ia bukan hanya alat dakwah, tapi juga sumber ekonomi kreatif pesantren,” jelasnya.

Sanffest mengusung tiga fokus utama: dakwah kultural, literasi sinema, dan ekosistem kreatif pesantren. Programnya mencakup pelatihan film, workshop nasional, kompetisi film pendek, dan malam penganugerahan yang akan digelar pada Desember 2025.

Sanffest 2025 menargetkan jangkauan ke 42.000 pesantren melalui jaringan Direktorat Jenderal Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag, dengan partisipasi 1.800 santri aktif dari seluruh provinsi. Sebanyak 120 film pendek tematik akan diproduksi, mengangkat tema Islam, budaya, dan sosial.

BACA JUGA  Kemenag Perjuangkan Pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren

Rangkaian kegiatan ini juga akan melahirkan Balai Akademi Sanffest, wadah pelatihan dan inkubasi santri kreatif.

“Saya apresiasi langkah Kementerian Kebudayaan yang menggagas Sanffest. Kalau ini berhasil, insya Allah bisa jadi kalender tahunan agar anak-anak kita punya kreativitas. Ke depan, mereka bisa berdaya di bidang digital dan sinema,” pungkas Wamenag Muhammad Syafii.

“Alhamdulillah, Romo Syafii dalam posisi mengayomi rencana besar untuk putra-putri kita di pesantren-pesantren di seluruh Indonesia. Insyaallah akan diundang untuk mengikuti festival film santri yang segera dilakukan workshop-nya pada tanggal 1, 2, 8, dan 9 November,” ujar Neno Warisman, Tenaga Ahli Menteri Kebudayaan.

Menurut Neno Warisman, program ini tidak hanya menghadirkan festival film, tetapi juga mencakup pengembangan kapasitas santri dalam bidang perfilman dan digital. “Kita ingin melangkah untuk membuat edukasi dalam hal perfilman dan digital profesional. Mudah-mudahan semua dimudahkan oleh Allah SWT,” tambahnya. (*)

BACA JUGA  Menag RI: Pesantren Berperan Besar dalam Menjaga Tradisi Islam dan Pemberdayaan Masyarakat
Continue Reading

Trending

Copyright © 2024 Kitasulsel