Pemkot Makassar
Pemkot Makassar Kolaborasi BBWS Pompengan Atasi Banjir, Siapkan Kolam Retensi

KITASULSEL.COM, MAKASSAR — Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin menerima kunjungan Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang, Dr. Suryadarma Hasyim, di Kantor Wali Kota Makassar, Senin (19/5/2025).
Pertemuan ini dalam rangka mencari solusi jangka panjang untuk permasalahan banjir yang kerap terjadi di beberapa titik rawan Kota Makassar.

Seperti di kawasan Blok 10, Antang Kecamatan Manggala, serta di BTN Kodam 3, Kecamatan Biringkanaya serta di area dalam Kota Jl. AP Pettarani menjadi fokus Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar.
Munafri Arifuddin menunjukkan beberapa hasil kajian sementara mengatakan perlunya langkah strategis, termasuk kemungkinan pembangunan kolam retensi baru di pemukiman warga.

Munafri menyebutkan, fokus Pemkot saat ini adalah pada wilayah Sungai Tallo, yang masuk dalam kewenangan kota.
Dimana pembangunan alur air baru yang mengalirkan genangan banjir dari Blok 10 Antang.
Namun, opsi ini menghadapi tantangan besar karena adanya rumah-rumah yang berdiri di atas jalur yang direncanakan.
Apalagi diperlukan biaya yang cukup besar. Diperkirakan mencapai Rp 400 miliar, mengingat harus ada pembebasan lahan dan pembangunan infrastruktur baru.
“Sejak awal kita minta bantuan juga dari tim Unhas untuk menganalisis solusi pola banjir di wilayah ini,” ucap Appi.
“Hasilnya kami padukan dengan data dari BBWS agar dapat menemukan solusi yang tepat dan sesuai kewenangan masing-masing,” sambungnya.
Sebagai alternatif lain, Pemkot juga mengkaji opsi relokasi sekitar 400 rumah yang saat ini berada di zona genangan.
Dengan estimasi biaya relokasi mencapai sekitar Rp1 miliar per rumah, sehingga total anggaran juga diperkirakan sebesar Rp400 miliar.
Opsi ini dinilai memberikan manfaat jangka panjang berupa ruang terbuka yang berfungsi sebagai kolam retensi baru, sekaligus solusi banjir yang lebih permanen.
“Kalau ini tidak segera ditangani, maka wilayah ini akan terus terendam setiap tahun. Kita ingin membahas ini bersama-sama, mana yang bisa lebih dahulu dikerjakan, mana yang perlu disusun dalam rencana jangka menengah,” jelasnya.
Tak hanya itu, Munafri juga menyoroti pentingnya payung hukum bersama untuk penataan kanal dan saluran kota.
Pembersihan kanal menurutnya tidak bisa hanya sebatas pengerukan sedimen.
Selain itu, penataan kanal juga harus mencakup penertiban bangunan liar di sekitar kanal. Apalagi banyak kanal yang dipasangi atap.
“Dijadikan gang, bahkan menjadi tempat pembuangan sampah. Ini membuat kanal gelap, kumuh, dan menyulitkan pengelolaan. Padahal, sudah ada aturan soal jalur inspeksi,” lanjutnya.
Dengan sinergi antara Pemkot Makassar dan BBWS, diharapkan solusi banjir yang bersifat menyeluruh dapat segera diwujudkan, terutama melalui perencanaan lima tahunan yang realistis dan bertahap.
Ia mengakui bahwa kewenangan Pemkot Makassar terbatas dalam beberapa aspek penanganan banjir, terutama yang bersinggungan dengan wilayah kerja Balai Pompengan.
Oleh karena itu, koordinasi dan sinergi lintas lembaga dianggap penting untuk menghasilkan solusi yang efektif.
Sementara, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang, Dr. Suryadarma Hasyim memberikan solusi dalam hal pencegahan banjir di Kota Makassar.
Menurutnya, pihak BBWS Pompengan Jeneberang terus menekankan pentingnya pengelolaan wilayah sungai secara terpadu, termasuk di dalamnya Wilayah Sungai Pohon yang merupakan gabungan dari sejumlah Daerah Aliran Sungai (DAS) strategis.
Mengacu pada Permen PUPR Nomor 4 Tahun 2015 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai, Wilayah Sungai Pohon di Sulawesi Selatan meliputi cakupan kerja pada 21 kabupaten dan 3 kota.
Salah satu proyek strategis yang telah berjalan adalah Bendungan Bili-lili, yang berfungsi ganda sebagai konservasi air dan pengendali banjir.
Air yang tertampung di bendungan tersebut juga dimanfaatkan sebagai air baku untuk PDAM Makassar.
“Namun, banjir besar yang terjadi pada Februari 2019 menunjukkan bahwa sumber banjir bukan berasal dari Sungai Jeneberang, melainkan dari Sungai Jenelata, yang saat itu belum memiliki pengendalian banjir yang memadai,” ungkapnya.
Proyek ini didanai melalui pinjaman luar negeri dengan target penyelesaian pada tahun 2028. Sebagai bagian dari strategi mitigasi bencana dan pengurangan risiko banjir di wilayah DAS Jeneberang dan sekitarnya.
Kota Makassar sendiri dipengaruhi oleh dua DAS besar, yaitu DAS Jeneberang dan DAS Tallo. Kedua DAS ini menjadi fokus utama pengelolaan karena beririsan langsung dengan wilayah kota.
Secara total, DAS Jeneberang terdiri atas 58 DAS bagian, termasuk DAS Celah Batu yang juga mencakup wilayah Bone.
Selain bendungan besar, BBWS juga telah membangun dan merencanakan infrastruktur pendukung seperti kolam retensi.
“Beberapa di antaranya termasuk Kolam Regulasi Nipa-nipa, waduk tunggu Pampang, dan Sarana Penanganan Banjir lainnya,” sebutnya.
Namun, tantangan masih banyak, terutama pada area-area resapan air yang telah berubah fungsi seperti kawasan perumahan di Perumnas Antang.
Ia berharap pendekatan ini dapat mendorong sinergi lintas sektor yang kuat dan memastikan setiap wilayah sungai dikelola secara terpadu dari hulu hingga hilir.
“Ini harus kita sinergikan dengan pemerintah daerah. Tidak semua bisa dibangun hanya oleh BBWS,” tutupnya.(*)
Pemkot Makassar
Makassar Perkuat Sistem Pengelolaan Sampah di Kawasan Industri

Kitasulsel–MAKASSAR Pengelolaan sampah menjadi perhatian serius Pemerintah Kota Makassar. Melalui kolaborasi dengan pihak swasta, upaya mengurangi beban Tempat Pembuangan Akhir (TPA) kini mulai diperkuat dari hulu, yakni sejak dari rumah tangga dan juga perusahaan isdustri.
Komitmen itu kembali ditegaskan Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, saat menghadiri penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) Pengembangan Operasional Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R) di Kawasan Industri Makassar (KIMA) dan Pemerintah Kota Makassar, yang berlangsung di Hotel Dalton Makassar, Selasa (14/10/2025).

“Pentingnya pengelolaan dan penanganan sampah sejak dari rumah tangga dan juga di kawasan industri perusahaan,” ujar Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin.
Penekanan itu disampaikan Munafri, saat menghadiri kegiatan Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) Pengembangan Operasional Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R) di Kawasan Industri Makassar (KIMA) antara PT Kawasan Industri Makassar (Persero) dan Pemerintah Kota Makassar, yang berlangsung di Hotel Dalton Makassar, Selasa (14/10/2025).

Munafri menyampaikan bahwa pengelolaan sampah berbasis TPS
Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R), yang dilakukan di kawasan industri merupakan langkah konkret menuju sistem pengelolaan lingkungan yang lebih berkelanjutan.
Sehingga lewat, penandatanganan MoU ini menjadi awal dari sebuah kesepakatan penting dalam pengelolaan lingkungan.
Apalagi, Pemerintah Kota Makassar hari ini sangat konsen terhadap sistem pengelolaan lingkungan dan bagaimana menyelesaikan persoalan sampah di kota ini.
“Kami tidak mungkin melaksanakan ini sendiri. Diperlukan kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat agar mampu mengintervensi persoalan sampah secara menyeluruh,” kata pria yang akrab disapa Appi itu.
Menurutnya, TPS 3R di Kawasan Industri Makassar diharapkan menjadi contoh nyata dalam pengelolaan sampah terpadu, yang tidak hanya menekan volume sampah menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Akan tetapi juga memberikan manfaat ekonomi dan lingkungan bagi masyarakat sekitar. Appi juga menjelaskan, saat ini Kota Makassar menghasilkan sekitar 1.000–1.300 ton sampah setiap hari, sementara luas area TPA Tamangapa hanya 19,1 hektare dengan ketinggian tumpukan sampah mencapai 16–17 meter.
Kondisi ini, menurutnya, mengancam kapasitas daya tampung TPA yang bisa penuh dalam waktu kurang dari dua tahun jika tidak ada intervensi pengelolaan dari hulu.
“Kalau semua sampah ini menuju ke TPA, tidak lebih dari dua tahun TPA kita tidak bisa lagi dipakai. Karena itu, kami ingin memastikan hanya residu dari hasil pengelolaan yang akan sampai di TPA,” jelasnya.
“Sampah-sampah organik dan non-organik harus diolah terlebih dahulu di tingkat rumah tangga dan lingkungan,” lanjut politisi Golkar itu.
Wali Kota juga mengungkapkan bahwa Pemerintah Kota Makassar tengah mendorong penerapan sistem pengelolaan sampah terintegrasi hingga ke tingkat RT/RW.
Dimana setiap wilayah diwajibkan memiliki fasilitas komposter, ekoenzim, dan maggot untuk mengolah sampah organik.
Dia menegaskan, kewajibkan setiap RT/RW memiliki komposter, ekoenzim, dan maggot berfungsi mengolah sampah organik menjadi pupuk alami, ekoenzim membantu mengurai limbah.
“Dengan pola ini, rumah tangga bisa mengurangi timbunan sampah secara signifikan,” tuturnya.
“Maggot ini sangat rakus memakan sampah, dan setelah besar bisa dijadikan pakan ikan, ayam, bahkan diolah menjadi pupuk cair yang bernilai ekonomi tinggi,” tambah Munafri.
Selain pengelolaan organik, Pemkot Makassar juga terus mendorong optimalisasi bank sampah dan sistem pemilahan dua ember, satu untuk sampah organik dan satu untuk non-organik, di setiap rumah tangga.
Sampah non-organik seperti plastik kini juga bernilai ekonomi, karena sudah ada beberapa perusahaan di Makassar yang rutin membeli plastik daur ulang dari masyarakat.
Ia berharap melalui kolaborasi antara PT KIMA, pemerintah, dan masyarakat, sistem TPS 3R di kawasan industri dapat menjadi model pengelolaan lingkungan yang efektif dan berkelanjutan, sekaligus memperkuat visi Makassar menuju kota zero waste.
“Kita ingin agar setiap rumah tangga di Makassar mampu menjadi rumah tangga zero waste. Dari sinilah kita mulai, dari kebiasaan di rumah sendiri,” harapnya.
“Dengan begitu, intervensi terhadap TPA bisa berkurang, lingkungan menjadi bersih, dan ekonomi masyarakat ikut tumbuh,” tegasnya melanjutkan.
Lebih jauh, Wali Kota juga menyinggung bahwa pengelolaan sampah terpadu ini akan berkontribusi pada pengembangan urban farming di wilayah perkotaan.
Hasil pengolahan organik bisa digunakan untuk pertanian lahan sempit, perikanan, maupun peternakan unggas.
Dari hasil pengelolaan sampah ini, bisa memanfaatkan pupuk organik untuk pertanian kota, memberi pakan ikan dan ayam dari maggot, dan menghasilkan telur ayam dengan kandungan omega tinggi.
“Ini bentuk integrasi antara ekonomi sirkular dan lingkungan berkelanjutan,” tambahnya.
Sebagai penutup, Wali Kota Munafri menegaskan bahwa penandatanganan MoU ini bukan sekadar seremonial, tetapi harus diikuti dengan langkah nyata di lapangan.
“Setelah penandatanganan ini, kita harus langsung turun ke lapangan dan memastikan bagaimana progres serta dampak nyata dari pembangunan TPS 3R di Kawasan Industri Makassar,” pungkasnya.
Hadir pada kesempatan ini, Pimpinan perusahaan PT KIMA serta hadir juga Ketua TP PKK Kota Makassar sekaligus Ketua Dewan Lingkungan Makassar Eco Circular Hub (MEC) Melinda Aksa, Kepala DLH Makassar Helmy Budiman dan juga beberapa SKPD lainya. (*)
-
2 tahun ago
Informasi Tidak Berimbang,Dewan Pengurus KKS Kairo Mesir Keluarkan Rilis Kronologi Kejadian di Mesir
-
Politics1 tahun ago
Indo Barometer:Isrullah Ahmad -Usman Sadik Pepet Budiman-Akbar,IBAS-Puspa Tak Terkejar
-
1 tahun ago
Tangis Haru Warnai Pelepasan Status ASN Hj Puspawati Husler”Tetaplah Kuat Kami Bersamamu”
-
2 tahun ago
Pj Gubernur Bahtiar Paparkan Rencana Pembangunan Sulsel di Depan Presiden Jokowi
-
3 tahun ago
Video Menolak Berjabat Tangan Dengan Seorang Warga Viral ,Ketua DPRD Luwu Timur Dinilai Tidak Mencerminkan Diri Sebagai Wakil Rakyat
-
3 tahun ago
Dari Kotamobagu, BMR Anies Bertekat Menangkan Anies Baswedan*
-
2 tahun ago
IBAS Is Back: Siap Maju di Kontestasi Pilkada Luwu Timur
-
1 tahun ago
Duet Birokrat dan Legislatif, NasDem Usung Syahar-Kanaah di Pilkada Sidrap
You must be logged in to post a comment Login