Connect with us

Danny Pomanto Sebut F8 Makassar Festival Tepian Air Terbesar di Dunia

Published

on

Kitasulsel–Makassar Pemerintah Kota Makassar terus memperkuat branding Makassar Kota Festival Tepian Air (Waterfront City Festival) sebagai identitas baru kota daeng.

Berbagai inovasi dan trobosan dilakukan Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto untuk mengoptimalkan branding tersebut sekaligus memajukan sektor pariwisata Kota Makassar.

Danny Pomanto menjelaskan bahwa Makassar dibranding menjadi Kota Festival Tepian Air dikarenakan kekuatan maritimnya. Tidak ada kota besar di Indonesia yang pusat kotanya di pantai.

Apalagi sebagai wali kota, dirinya berkeinginan untuk meningkatkan sektor pariwisata dengan mengembangkan waterfront yang dimiliki Kota Makassar.

Salah satunya dengan membuat event Makassar Internasional Eight Festival and Forum (F8) yang disebut sebagai Festival Tepian Air terbaik di dunia.

“Kita adalah F8, festival waterfront atau tepian air terbesar di dunia karena belum ada kami lihat, ada festival besar seperti Tomorrowland tapi rata-rata di thamepark, tapi disepanjang waterfront itu hampir tidak ada,” kata Danny Pomanto, talkshow di salah satu TV Nasional, Kamis (18/7/2024).

Kekuatan waterfront yang dimiliki Makassar menjadi alasan Danny Pomanto membangun branding Makassar Kota Festival Tepian Air. Identitas baru Ibu Kota Sulsel.

Sehingga pemerintah kota berkolaborasi dengan pihak swasta menggelar festival di sepanjang area pantai. Di samping menghadirkan Kapal Pinisi sebagai destinasi wisata waterfront baru di Makassar.

“Dua tahun lalu pemerintah kota membuat dua Pinisi di Pantai Losari, dan anak-anak sekolah tiap hari mereka bergantian melakukan outing class melihat langsung bagaimana para panrita lopi membuat kapal,” ungkapnya.

Pembuatan Kapal Pinisi dan juga Rumah Toraja di tepi Pantai Losari, tepatnya di area MNEK menjadi cara terbaik dalam mengenalkan dan mendekatkan budaya lokal kepada anak-anak generasi penerus bangsa.

“Sekarang ini sudah ada tujuh Pinisi, termasuk pihak swasta. Jadi kalau ke Makassar itu ada tujuh Kapal Pinisi bisa di sewa untuk menikmati sunset, dan kami men-set dua Kapal Pinisi itu untuk meeting dengan kapasitas 100 orang. Jadi sambil menikmati sunset, sambil menikmati anging mammiri,” tuturnya.

Hadirnya Kapal Pinisi sebagai destinasi wisata baru juga sekaligus menjadi kebiasaan Pemkot Makassar dalam menjamu wisatawan asing, kata Danny Pomanto merupakan pengalaman yang tidak terlupakan.

“Mereka (tamu asing) selalu mengatakan bahwa naik Kapal Pinisi itu sangat memoriable. Tidak pernah terlupakan itu. Jadi anak-anak muda, industri pariwisata Kota Makassar berkembang untuk mengelola itu,” ucap Danny Pomanto.

Sailing menggunakan Kapal Pinisi menghidupkan industri pariwisata Makassar.

Pelaku ekonomi kreatif seperti band berkembang, begitu juga kuliner karena beragam kuliner lezat disajikan saat berlayar di Kapal Pinisi sambil menikmati sunset

“Akhirnya sekarang ini setiap event nasional dan Internasional endingnya naik kapal,” tutupnya. (*)

Continue Reading
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Kementrian Agama RI

Dari Pesamuhan Agung, Menag Ajak Umat Rawat Alam dengan Cinta

Published

on

Kitasulsel–JAKARTA Menteri Agama, Nasaruddin Umar menekankan pentingnya membangun kesadaran ekoteologi, yaitu pandangan yang menempatkan alam sebagai bagian dari spiritualitas manusia.

Hal ini disampaikan dalam sambutannya dalam Pesamuhan Agung Tahun 2025 yang diselenggarakan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI).​​​​​​

Menag menjelaskan, konsep ekoteologi yang kini dikembangkan Kementerian Agama sejalan dengan filosofi Tri Hita Karana dalam ajaran Hindu yang menekankan tiga harmoni: Pawongan (hubungan antarmanusia), Palemahan (hubungan manusia dengan alam), dan Parahyangan (hubungan manusia dengan Tuhan).

“Segitiga ini harus dijaga utuh. Ketika salah satu sisi rusak, entah manusia, alam, atau spiritualitas, maka keseimbangan dunia akan runtuh,” ujarnya di The Sultan Hotel Jakarta, Jumat (17/10/2025).

Menghidupkan Kembali Alam yang Sakral

Lebih lanjut, Menag menekankan bahwa hilangnya kesadaran akan kesakralan alam menjadi akar krisis spiritual dan sosial umat manusia.

“Dunia modern mengalami desakralisasi alam semesta. Tidak ada lagi tempat yang dianggap suci, padahal tempat-tempat sakral itu adalah pusat energi spiritual yang mampu menundukkan ego manusia,” katanya.

Ia menyebut pemikiran Karen Armstrong dalam bukunya The Sacred Nature, yang menyoroti bahwa pemulihan spiritual umat manusia harus dimulai dengan menghormati kembali bumi sebagai ciptaan Tuhan.

“Kerusakan alam berkontribusi langsung pada kerusakan kemanusiaan. Dunia modern terlalu memandang alam semesta sebagai objek, bukan sebagai bagian dari diri kita sendiri” jelasnya.

Cinta sebagai Inti Ekoteologi

Menag juga menekankan bahwa ekoteologi bukan hanya soal menjaga lingkungan, tetapi juga memperdalam moderasi beragama yang berakar pada spiritualitas dan inti dari seluruh ajaran agama ini adalah cinta.

“Kalau manusia sudah sadar bahwa alam ini adalah bagian dari dirinya, maka tidak perlu lagi terlalu sering kita bicara tentang moderasi, toleransi, atau deradikalisasi. Karena substansinya sudah hidup di dalam kesadaran spiritual dan cinta kasih manusia,” tuturnya.

Ia pun menutup sambutannya dengan ajakan untuk memperbanyak ruang-ruang kontemplasi dan spiritualitas dalam kehidupan masyarakat.

“Semakin dekat manusia kepada Tuhannya, semakin damai kehidupan manusia. Dan semakin jauh manusia dari Tuhannya, semakin berat beban hidupnya,” pungkas Menag.

Pesamuhan Agung merupakan agenda nasional lima tahunan PHDI sebagai momentum reflektif untuk memperkuat sinergi antara nilai-nilai dharma dan semangat kebangsaan.

Turut hadir dalam kegiatan ini, Wakil Menteri Pariwisata, Wakil BKKBN, Pemprov DKI Jakarta, Pimpinan PHDI, Dirjen Bimas Hindu dan Ketua Majelis semua Agama.(*)

Continue Reading

Trending

Copyright © 2024 Kitasulsel