Connect with us

Penjabat Gubernur Sulawesi Selatan Nobar Film Lafran Bersama Kader HMI, Prof Zudan Arif Fakrulloh: Bagus untuk Diteladani

Published

on

Kitasulsel–Makassar Penjabat Gubernur Sulawesi Selatan, Prof. Zudan Arif Fakrulloh nonton bareng (Nobar) film Lafran bersama kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di CGV Mall Panakukkang, Makassar, Senin malam, 24 Juni 2024.

Film “Lafran” merupakan sebuah karya yang mengisahkan perjalanan hidup Lafran Pane, pendiri Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

“Ini kita melihat sosok yang tangguh, sosok yang konsisten dan memiliki keteguhan yang tinggi untuk memperjuangkan cita-cita dalam rangka membangun bangsa,” kata Prof Zudan.

Dari film tersebut, Prof Zudan menyampaikan, bahwa tidak mudah membangun sebuah organisasi terutama pada awal-awal kemerdekaan.

“Ini perlu diteladani, teladan kaum muda kita. Bahwa tidak ada yang instan, bahwa semua butuh waktu, perlu proses dan kesabaran serta ketabahan. Itu yang perlu diingat dari film ini,” sebutnya.

“Nontonlah film ini, bagus untuk diteladani,” imbuhnya.

Film ini dinilai menginspirasi banyak orang, terutama anak muda. Sekaligus memperkenalkan lebih luas tentang sosok Lafran Pane yang ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2017.

“Untuk saya yang belum tahu kisahnya, kami akhirnya tahu sosok beliau yang sangat menginspirasi. Ini bagus ditonton oleh anak-anak muda yang butuh inspirasi,” ujar Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sulawesi Selatan, Salehuddin.

Acara nobar “Lafran” juga dihadiri oleh beberapa tokoh, termasuk Ketua DPRD Sulawesi Selatan Andi Ina Kartika Sari, Ketua Umum KAHMI Kota Makassar Prof Andi Pangerang Moenta, serta para pengurus KAHMI. Juga hadir Kepala OPD Lingkup Pemprov Sulawesi Selatan dan Kota Makassar. (*)

Continue Reading
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Kementrian Agama RI

Menag Jelaskan Pentingnya Pemimpin Punya Sudut Pandang Menyatukan, bukan Memisahkan

Published

on

Kitasulsel–SUMEDANG Menteri Agama Nasaruddin Umar mengajak para kepala daerah untuk mengedepankan pendekatan persatuan dan nilai-nilai agama dalam memimpin dan berkomunikasi dengan masyarakat.

Ajakan tersebut disampaikan Menag saat menjadi pembicara dalam Orientasi Kepemimpinan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Gelombang II yang digelar Kementerian Dalam Negeri di Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Jatinangor, Sumedang, Kamis (26/6/2025).

Menag menyampaikan, bahwa agama adalah satu komponen penting dalam berkomunikasi dengan masyarakat Indonesia yang heterogen dan sangat plural. Untuk itu, pemimpin harus memiliki sudut pandang yang menyatukan, bukan memisahkan.

“Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat plural dan heterogen, sehingga kita harus menggunakan pendekatan sentripetal, yaitu pendekatan yang mencari titik tengah di antara banyaknya titik. Jangan menggunakan pendekatan sentrifugal yang cenderung membubarkan semua titik,” jelasnya di Balairung Rudini, Jatinangor.

Menurut Menag, pemimpin yang baik adalah yang bisa berkomunikasi dengan masyarakatnya hingga menyentuh hati mereka. Menag menjelaskan bahwa sebagai pengayom masyarakat, penting untuk menjaga komunikasi yang baik dan juga memikirkan apa yang perlu disampaikan kepada masyarakat dengan bijak.

“Segala sesuatu yang keluar dari hati yang terdalam akan sampai ke hati yang terdalam juga, jadi sebelum berkomunikasi kepada masyarakat agar melakukan pembatinan”, ungkapnya.

Menag juga menjelaskan bahwa di tengah masyarakat Indonesia yang seluruhnya menggunakan agama sebagai seragam (baju) dalam menjalani hidup, agama bisa menjadi senjata bermata dua yang bisa menguntungkan dan juga merugikan.

“Agama itu seperti Nuklir, jika digunakan dengan baik maka akan bermanfaat dalam kehidupan manusia. Selain itu, juga dapat menghancurkan kehidupan manusia.

Layaknya Nuklir, agama bisa menjadi perantara komunikasi yang baik kepada masyarakat. Sebaliknya, agama juga bisa menjadi hal yang memecah belah umat dan bangsa”, terangnya.

Dalam hal Moderasi Beragama, Menag menegaskan bahwa bukan syari’at agama yang diubah, melainkan cara kita beragama lah yang perlu diubah. “Moderasi Beragama bukan untuk mengubah agama yang tadinya tradisional menjadi modern, melainkan untuk mengubah cara kita beragama, tanpa mengubah teks di kitab suci kita”, tambahnya.

Di akhir pembicaraan, Menag menyampaikan nasihat penting kepada para Kepala Daerah, “Orientasi ini diadakan untuk mencerdaskan intelektual dan juga emosional.

Karena tugas kita selain mencerdaskan intelektual masyarakat, kita juga perlu mencerdaskan emosional nya, sehingga menciptakan lingkungan beragama yang harmonis”. Menurut Menag semua agama mengacu kepada satu tujuan, yaitu kemanusiaan.

Acara ini diikuti oleh 86 Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, serta menghadirkan audiens dari Praja IPDN. (*)

Continue Reading

Trending

Copyright © 2024 Kitasulsel