Connect with us

Wakili TP PKK Sulsel, TP PKK Kota Makassar Ikuti Lomba Padus HKG PKK ke-52 Nasional

Published

on

Kitasulsel—Solo—Sebanyak 20 anggota TP PKK Kota Makassar mengikuti Lomba Paduan Suara pada Jambore Nasional Peringatan Hari Kesatuan Gerak (HKG) PKK ke-52 Tingkat Nasional di Gedung Kesenian Balekambang Kota Solo,(14/05/2024).

TP PKK Kota Makassar mendapat kepercayaan menunjukkan keunggulannya pada ajang tarik suara yaitu paduan suara sebagai perwakilan TP PKK Provinsi Sulawesi Selatan.

Mereka tampil memperebutkan juara melawan berbagai tim padus TP PKK Kota/Kabupaten yang diutus oleh berbagai provinsi se-Indonesia.

Tim Padus TP PKK Kota Makassar tampil memukau
membawakan lagu Wajib Mars TP PKK serta satu lagu medley pilihan yang digabung dari tiga lagu. Diantaranya lagu Kanrejawana Jumpandang, To Mepare, dan Mappandendang.

Lewat lagu berbahasa daerah itu, mereka secara singkat mengenalkan tiga bahasa yang mewakili tiga etnis besar yang ada di Provinisi Sulawesi selatan. Yaitu Makassar, Toraja, dan Bugis.

Sekretaris TP PKK Kota Makassar Iin Yusuf Madjid, yang juga menjadi peserta padus menuturkan dirinya dan tim padus telah berlatih berhari-hari.

Olehnya, Iin optimis Kota Makassar bisa menampilkan yang terbaik untuk Sulsel. Usaha itupun tidak sia-sia, Tim Padus TP PKK Kota Makassar berhasil menutup penampilannya dengan tepuk tangan dari para juri.

“Kita sudah berlatih jauh-jauh hari, apapun hasilnya nanti, yang penting kita perlihatkan yang terbaik. Tapi Kalau bisa Insyaalah kita dapat juara,” tutur Iin di hadapan Tim Padus TP PKK Kota Makassar.

Di sela-sela kesibukannya, Ketua TP PKK Kota Makassar Indira Yusuf Ismail juga tampak hadir secara langsung memberikan dukungan dan semangat untuk tim padus TP PKK Kota Makassar.

Indira menekankan, tampil di ajang nasional seperti ini bukan sekedar memberikan yang terbaik di atas panggung. Tapi juga untuk memperlihatkan citra unggul TP PKK Kota Makassar dan TP PKK Provinsi Sulsel di mata seluruh TP PKK se-Indonesia(*

Continue Reading
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Kementrian Agama RI

Menag Ingatkan Bahaya Nasionalisme Eksklusif, Bisa Lahirkan Segregasi

Published

on

Kirasulsel–JAKARTA Menteri Agama Nasaruddin Umar mengungkapkan bahaya nasionslisme eksklusif yang bisa melahirkan perpecahan. Sebaliknya nasionalisme inklusif menjadi fondasi utama dalam merawat keberagaman bangsa, terutama di tengah ketegangan geopolitik global yang kian kompleks.

Hal itu disampaikan Menag pada acara Dialog Nasional Ormas Islam dan OKP Islam bertema “Menjaga Harmoni dan Memperkuat Wawasan Kebangsaan” yang digelar Direktorat Penerangan Agama Islam, Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama di Auditorium HM. Rasjidi, Kemenag RI, Jakarta, Rabu, (30/7/2025).

Nasionalisme yang terbuka, bukan eksklusif, menurut Menag, menjadi kekuatan khas Indonesia dalam menjaga harmoni antarumat beragama. “Nasionalisme yang eksklusif hanya akan melahirkan segregasi. Kita butuh nasionalisme inklusif yang mampu mengintegrasikan keberagaman tanpa menegasikan identitas agama, budaya, maupun etnis,” ujar Menag.

Ia menjelaskan, nasionalisme inklusif yang diusung Indonesia berbeda dengan nasionalisme berbasis etnis atau agama tertentu seperti yang berkembang di beberapa negara lain. Nasionalisme Indonesia berdiri di atas semangat Pancasila yang mengakomodasi seluruh elemen masyarakat tanpa diskriminasi.

“Islam bukan dari Indonesia, Hindu bukan dari Indonesia, Kristen pun bukan. Tapi semua bisa tumbuh dalam konteks kebudayaan Indonesia. Di sinilah pentingnya proses indonesianisasi ajaran, bukan arabisasi, bukan indiaisasi, bukan westernisasi,” tegasnya.

Menurutnya, tantangan geopolitik global saat ini justru menguji ketangguhan nilai-nilai kebangsaan. Ketika banyak negara mengalami fragmentasi identitas, Indonesia berhasil mempertahankan keutuhan berkat fondasi keberagaman yang dijaga melalui pendekatan inklusif dan moderat.

Ia mencontohkan bagaimana perempuan di Indonesia memiliki akses dan peran publik yang lebih luas dibanding negara-negara di kawasan Timur Tengah.

“Pasar-pasar tradisional kita, penjual dan pembelinya banyak perempuan. Masjid kita pun bisa diisi bersama. Ini tidak bisa dipaksakan dengan pendekatan tekstual yang kaku, tapi harus kontekstual,” katanya.

Dalam konteks keislaman, Imam Besar Masjid Istiqlal itu juga menekankan bahwa Indonesia dikenal dunia sebagai model Islam moderat yang damai, toleran, dan mampu berdialog dengan demokrasi. Ini menjadi kekuatan tersendiri di tengah meningkatnya ekstremisme global.

“Islam Indonesia bukan Islam pinggiran. Justru kita menjadi cahaya baru dari Timur yang berhasil mempertemukan iman, kebudayaan, dan kemanusiaan,” ujarnya.

Ia juga menyinggung pentingnya kesadaran geopolitik dan geostrategis dalam menjaga keberlangsungan negara. Menurutnya, geopolitik tidak boleh dilepaskan dari geodemografi dan geobudaya.

Indonesia memiliki keuntungan geografis dan pluralitas budaya yang harus dikelola dengan visi kebangsaan yang kuat.

“Negara kita adalah negara dengan UUD yang jarang diubah. Ini menunjukkan kestabilan. Tapi di sisi lain, kita harus terus memperkuat nilai-nilai bersama agar tidak mudah terpecah,” katanya.

Nasionalisme inklusif, lanjutnya, bukan hanya tugas negara, tetapi juga tanggung jawab umat. Agama harus menjadi energi positif untuk merawat persatuan, bukan alat politik identitas yang memecah belah.

Kementerian Agama, kata Menag, berkomitmen untuk terus mendorong penguatan moderasi beragama sebagai agenda nasional.

Hal ini dilakukan melalui berbagai program kolaboratif dengan ormas, lembaga pendidikan, dan komunitas lintas iman. Dialog ormas Islam ini, tambahnya, menjadi ruang strategis untuk mempertemukan gagasan dan membangun sinergi antar-elemen umat Islam dalam merespons dinamika kebangsaan.

“Tema dan kegiatan ini sangat bagus, serta menjadi momen kita duduk bersama, bersinergi dan berkolaborasi. Ormas Islam adalah mitra strategis Kemenag, tidak hanya menjadi penjaga moral, tapi juga pelopor solusi,” tandasnya.

Kegiatan itu turut dihadiri Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan yang diwakili oleh Asisten Deputi Kesatuan Bangsa Cecep Agus Supriyanta, Wakil Menteri Agama Romo H. R Syafi’i, Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia (JMI) Islah Bahrawi, Guru Besar UIN Jakarta Gun Gun Heryanto, Staf Khusus Menteri Agama Faried F Saenong, serta Direktur Penerangan Agama Islam Ahmad Zayadi dan Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Arsad Hidayat. (*)

Continue Reading

Trending

Copyright © 2024 Kitasulsel