Connect with us

Kementrian Agama RI

Paparkan Tafsir Kontekstual, Menag: Agama Harus Dipahami sebagai Perekat Bangsa

Published

on

Kitasulsel–YOGYAKARTA Menteri Agama Nasaruddin Umar menekankan pentingnya menafsirkan ajaran agama dengan berpijak pada budaya hidup masyarakat sekitar, sehingga agama benar-benar hadir sebagai sumber kedamaian, bukan pemisah.

Pesan ini disampaikan Menag saat memberi sambutan dalam Konferensi Mufassir Muhammadiyah (KMM) ke-3. Menag memaparkan cara pandang baru dalam memahami tafsir agama.

Dijelaskan Menag, Indonesia adalah bangsa yang plural, dengan keragaman suku, budaya, dan agama. Dalam konteks ini, tafsir agama harus berorientasi pada sudut pandang sentripetal yang menyatukan, bukan sentrifugal yang memecah belah.

“Sejauh ini, kita sering melihat bahwa agama diajarkan sebagai suatu batas pembeda antar manusia, sehingga berpotensi untuk memisahkan. Agama harus kita pahami sebagai perekat bangsa, bukan sebagai sumber perbedaan yang menimbulkan sekat,” ujarnya di Yogyakarta, Kamis (28/8/2025).

BACA JUGA  Menag Dorong Pemanfaatan Aset Negara untuk Pengembangan Green Campus PTKN

KMM diinisiasi Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Menag Nasaruddin Umar didaulat memaparkan materi tentang “Metodologi Tafsir Al-Qur’an Transformatif”. Narasumber yang lain adalah Din Syamsuddin, mantan Ketua PP Muhammadiyah. KMM dihadiri para mufassir dan akademisi dari berbagai kalangan.

Menag juga menekankan bahwa manusia hidup dalam keterikatan dengan dua hukum sekaligus, yakni hukum takwini (hukum kauniah atau hukum alam) dan hukum tasyri’i (syariat agama). Kedua hukum ini dalam praktiknya bisa tampak berbeda, bahkan bertentangan, namun keduanya harus dipahami dalam menentukan maslahat umat.

“Ada kalanya hukum alam perlu didahulukan, ada kalanya syariat yang utama. Kuncinya adalah melihat kemaslahatan umat,” tegasnya.

Oleh karena itu, ia menegaskan pentingnya para dai dan pendakwah untuk tidak hanya memahami agama pada level praktis (fiqh), tetapi juga mendalami akarnya, yakni ushul fiqh. Menag mengibaratkan, mempelajari fiqh tanpa ushul fiqh seperti seseorang yang memanjat pohon hanya berpegangan pada ranting tanpa memegang batangnya. “Tentu sangat rentan jatuh, karena tidak memiliki pegangan yang kuat,” katanya.

BACA JUGA  HUT RI, Menag dan Tokoh Lintas Agama Ikuti Gerak Jalan Kerukunan

Menag berharap metodologi tafsir transformatif dapat terus berkembang dan menjadi rujukan dalam membangun harmoni di tengah keberagaman Indonesia. Ia mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan dalam “segitiga beragama” yang terdiri dari teologi, ethos, dan logos. Teologi menjadi fondasi keyakinan, ethos menjiwai perilaku keberagamaan sehari-hari, dan logos memberi kerangka rasional serta argumentasi ilmiah.

“Jika ketiganya berjalan seimbang, maka agama tidak hanya menjadi pedoman ibadah, tetapi juga sumber nilai yang menyatukan bangsa, menebarkan kasih, dan menguatkan peradaban,” pungkasnya.

Continue Reading
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Kementrian Agama RI

Tenaga Ahli Menag RI Jadi Narasumber Sertifikasi Pembimbing Haji Mandiri 1447 H/2026 di Asrama Haji Sudiang

Published

on

MAKASSAR, KITASULSEL.COM — Tenaga Ahli Menteri Agama Republik Indonesia, Dr. H. Bunyamin M. Yapid, Lc., M.H., menjadi narasumber dalam kegiatan Sertifikasi dan Akreditasi Pembimbingan Petugas Haji Jalur Mandiri Tahun 1447 Hijriah/2026 Masehi yang dilaksanakan di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Minggu (14/12/2026).

Kegiatan ini diikuti oleh lebih dari 100 peserta yang berasal dari berbagai kabupaten dan kota di Sulawesi Selatan, Kalimantan, serta sejumlah Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU). Sertifikasi dan akreditasi ini menjadi bagian dari upaya strategis pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia pembimbing haji agar pelayanan kepada jamaah semakin profesional dan terstandar.

Dalam pemaparannya, Dr. Bunyamin M. Yapid menyampaikan bahwa penyelenggaraan ibadah haji tahun 2025 patut disyukuri karena dapat berjalan dengan aman, tertib, dan relatif lancar, meskipun dihadapkan pada berbagai dinamika dan tantangan di lapangan. Keberhasilan tersebut, menurutnya, merupakan hasil dari sinergi dan kerja kolektif seluruh petugas haji.

BACA JUGA  Buka Sharia International Forum, Menag: Indonesia akan Jadi Trendsetter Ekonomi Syariah

“Capaian positif penyelenggaraan haji 2025 harus menjadi modal evaluasi dan pembelajaran penting untuk terus meningkatkan kualitas layanan haji pada tahun-tahun mendatang,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa tantangan penyelenggaraan haji ke depan akan semakin kompleks. Oleh karena itu, seluruh petugas haji wajib memiliki pemahaman yang utuh terhadap problematika penyelenggaraan haji, regulasi berhaji, serta berbagai aspek pelayanan yang bersentuhan langsung dengan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan jamaah haji.

Menurutnya, melalui kegiatan sertifikasi dan akreditasi ini, para peserta memperoleh manfaat penting berupa peningkatan kompetensi bimbingan ibadah, pemahaman standar pelayanan jamaah, serta penguatan kapasitas dalam menghadapi persoalan di lapangan.

“Sertifikasi ini bukan sekadar formalitas, tetapi bekal pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang terukur bagi pembimbing haji, sehingga mampu menjalankan tugas secara profesional dan berintegritas,” jelasnya.

Ia juga menekankan bahwa seluruh petugas haji merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Semangat kebersamaan dan keikhlasan, kata dia, harus menjadi fondasi utama dalam menjalankan amanah pelayanan.

BACA JUGA  Pesan Menag pada Peserta Nikah Masal di Istiqlal

“Semua petugas haji adalah satu kesatuan yang utuh. Semangat yang ditanamkan harus sejalan dengan nawaitu sebagai pelayan jamaah, dengan prinsip one team, one spirit, one goal,” tegas Dr. Bunyamin.

Salah satu peserta, Ikbal, yang berasal dari Timika, Papua, mengaku sangat terbantu dengan materi yang disampaikan oleh narasumber. Menurutnya, pemaparan yang diberikan tidak hanya menambah wawasan, tetapi juga memberikan motivasi untuk terus meningkatkan kapasitas diri sebagai petugas haji.

“Materi yang disampaikan sangat menarik dan memberikan motivasi tambahan untuk terus belajar tentang bagaimana menjadi petugas haji yang baik,” ujar Ikbal.

Ia menambahkan, materi yang disampaikan Dr. Bunyamin dinilai sangat aplikatif dan sarat makna.

“Materi yang disampaikan daging semua, ini bekal istimewa dari Pak Doktor,” ungkapnya.

Diketahui, Dr. H. Bunyamin M. Yapid selain menjabat sebagai Tenaga Ahli Menteri Agama RI, juga merupakan dosen Manajemen Haji dan Umrah (MHU) UIN Alauddin Makassar. Ia juga tercatat sebagai angkatan pertama dalam sertifikasi pembimbing haji, sehingga pengalamannya dinilai sangat relevan dan kontekstual dengan kebutuhan petugas haji saat ini.

BACA JUGA  Muhasabah, Refleksi dan Pesan Menag di Ulang Tahun ke-66

Sertifikasi dan akreditasi pembimbing haji jalur mandiri ini dilaksanakan oleh Kementerian Agama melalui Kemenhaj dan Umrah Provinsi Sulawesi Selatan, dan berlangsung selama 12 hingga 18 Desember 2025. Selama kegiatan berlangsung, peserta mendapatkan pembekalan materi terkait kebijakan haji, bimbingan manasik, standar pelayanan jamaah, hingga etika pendampingan di Tanah Suci.

Melalui kegiatan ini, diharapkan para pembimbing haji memiliki kompetensi, integritas, dan kesiapan pelayanan yang semakin baik, sehingga mampu melanjutkan dan meningkatkan capaian positif penyelenggaraan ibadah haji tahun 2025 menuju pelaksanaan haji 1447 H/2026 M yang lebih aman, nyaman, dan berkualitas bagi jamaah Indonesia.

 

Continue Reading

Trending

Copyright © 2024 Kitasulsel